Pemerintah Diminta Laporkan Australia kepada PBB
Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI Tubagus Hasanuddin mendesak pemerintah Indonesia melaporkan aksi penyuapan yang dilakukan Australia terhadap imigran dan nahkoda kapal ke badan pengelola pengungsi pada Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Hal itu disampaikannya pada diskusi "Menjaga Kedaulatan Wilayah Laut Indonesia" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (22/6/2015).
"Apalagi, penghalauan imigran dan penyuapan itu diarahkan ke wilayah Indonesia," kata Tubagus Hasanuddin.
Menurut Hasanuddin, dengan melaporkan UNHCR PBB, maka dunia internasional dapat mengetahui perilaku Australia. Penghalauan pengungsi dan memberikan uang agar mengarah ke wilayah Indonesia, menurut dia, sama dengan melarang orang mencuri di negara sendiri tapi melakukannya di negara lain.
"Para penyelundup manusia tersebut adalah kapten dan para awak kapal pembawa imigran yang mengaku disuap oleh pejabat Australia," kata dia.
Menurut dia, suap itu tujuannya agar para penyelundup manusia pembawa 65 pencari suaka asal Bangladesh, Myanmar, dan Sri Lanka itu masuk ke wilayah Indonesia. Hasanuddin menambahkan, Indonesia terus memperkuat pertahanan negara terutama di wilayah berbatasan dengan negara lain.
Ia menjelaskan, ada 10 batas laut Indonesia dengan negara tetangga seperti Australia, Philipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Timor Leste, Singapura, dan India, yang belum terselesaikan.
"Batas wilayah laut dengan Malaysia, terus mengalami pasang surut konflik. Padahal, sebagai negara serumpun seharusnya masalah kedua negara tidak perlu dibesar-besarkan, cukup diselesaikan secara musyawarah kedua negara," ujar Hasanuddin.
"Apalagi, penghalauan imigran dan penyuapan itu diarahkan ke wilayah Indonesia," kata Tubagus Hasanuddin.
Menurut Hasanuddin, dengan melaporkan UNHCR PBB, maka dunia internasional dapat mengetahui perilaku Australia. Penghalauan pengungsi dan memberikan uang agar mengarah ke wilayah Indonesia, menurut dia, sama dengan melarang orang mencuri di negara sendiri tapi melakukannya di negara lain.
"Para penyelundup manusia tersebut adalah kapten dan para awak kapal pembawa imigran yang mengaku disuap oleh pejabat Australia," kata dia.
Menurut dia, suap itu tujuannya agar para penyelundup manusia pembawa 65 pencari suaka asal Bangladesh, Myanmar, dan Sri Lanka itu masuk ke wilayah Indonesia. Hasanuddin menambahkan, Indonesia terus memperkuat pertahanan negara terutama di wilayah berbatasan dengan negara lain.
Ia menjelaskan, ada 10 batas laut Indonesia dengan negara tetangga seperti Australia, Philipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Timor Leste, Singapura, dan India, yang belum terselesaikan.
"Batas wilayah laut dengan Malaysia, terus mengalami pasang surut konflik. Padahal, sebagai negara serumpun seharusnya masalah kedua negara tidak perlu dibesar-besarkan, cukup diselesaikan secara musyawarah kedua negara," ujar Hasanuddin.
http://nasional.kompas.com/read/2015/06/22/19373211/Pemerintah.Diminta.Laporkan.Australia.kepada.PBB
DPR: Pemerintah Indonesia Harus Protes Keras Australia Terkait Imigran
Wakin Ketua Komisi I DPR, Hanafi Rais mengatakan pemerintah Indonesia harus melakukan protes keras terhadap cara Australia, yang menyogok kru pembawa pencari suaka untuk kembali ke Indonesia.
"Cara-cara seperti itu merangsang perilaku koruptif di atas solidaritas kemanusiaan," tegasnya di Jakarta, Selasa (16/6).
Menurutnya, penolakan Australia terhadap pencari suaka bertentangan dengan kewajiban Australia sebagai negara peserta Konvensi PBB mengenai pengungsi tahun 1951.
"Ada sekitar 10 ribu pencari suaka dan pengungsi di Indonesia (mayoritas asia barat dan timur tengah) yang menunggu untuk diproses di Australia," katanya.
Politikus PAN itu mengungkapkan kemampuan (anggaran) untuk mengakomodasi pencari suaka transit Indonesia cuma 2.000 pengungsi.
Sebelumnya Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko berpendapat sikap Pemerintah Australia terhadap para pencari suaka atau imigran secara etika tidak tepat terkait pernyataan beberapa pejabat Australia, yang mengaku membayar ribuan dolar untuk mendorong perahu pencari suaka kembali ke Indonesia.
"Ini konteksnya, masih dalam konteks politik. Tapi dari sisi etika itu tidak pas perbuatan seperti itu. Itu yang saya pandang," kata Panglima TNI.
Bila melihat panjang batas garis pantai Indonesia yang mencapai 81.000 kilometer dengan kekuatan angkatan bersenjata dalam hal ini TNI Angkatan Laut (AL) masih belum memadai, ujar dia.
"Akibatnya, pengawasan kurang maksimal. Sehingga ada beberapa sektor yang kadang-kadang kita kecolongan. Ini mesti harus menjadi atensi kita semuanya ke depan dengan serius," katanya.
Karena titik beratnya dalam konteks itu adalah bukan hanya kemampuan kapal dan kemampuan radar yang dimiliki, serta kemampuan dukungan dan sebagainya.
"Kalau itu bagian dari kekurangan kami, kita akan selalu evaluasi," ucapnya.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/06/16/nq1in3-dpr-pemerintah-indonesia-harus-protes-keras-australia-terkait-imigran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar